Agenda Kelurahan

Beribu Kenangan di Pulau Beras Basah
Penulis : Mutmainnah, Kelurahan Bontang Lestari.

“Ombak sejatinya selalu menghantam dermaga dan pasir, seiring waktu, peristiwa alam akan membawa perubahan. Kenangannya ada ditiap butir pasir yang terinjak dan air laut yang membasahi tubuh. Pulau Beras Basah adalah sebuah buku yang selalu menulis kisah ditiap insan yang tertaut hatinya disana, begitu juga saya.”

Tiba hari dimana kawan-kawan yang mengikuti pelatihan jurnalistik akan berkunjung ke Pulau Beras Basah. Kamis pagi itu cerah. Tepat pukul 7.30 Saya sudah berada di pelabuhan Tanjung laut indah dengan sangat tergesa. Dugaan saya terlambat, ternyata panitia masih menunggu peserta lain yang masih dalam perjalanan.

Tepat jam 8, kami menuju Pulau yang hanya memiliki luas 1 ha yang berhadapan dengan Selat Makassar. Dengan menggunakan kapal motor, Perjalanan ditempuh sekitar 7 km dengan waktu tempuh 45 menit. Jika hendak kesana dapat mencari kapal di Pelabuhan Tanjung Laut. Banyak para pemilik Kapal yang menawarkan jasa mengantar dengan berbagai tarif dan ukuran kapal.

Saya dan kawan-kawan yang mengikuti pelatihanpun dengan semangat menaiki kapal motor dan menikmati perjalanan. Di kanan kiri sepanjang perjalanan, suguhan pemandangan nampak sangat indah. Perpaduan biru laut, warna warni kapal serta jejeran hutan mangrove yang menghijau, membuat mata tak letih memandang keindahannya. Desir ombak yang menghantam kapal, aroma dan angin laut yang menyapa kulit, membuat suasana bertambah dalam menikmati keindahan alam di Kota Bontang.

Saya tercengang begitu tiba di dermaga Pulau Beras Basah. Melihat tulisan besar “Beras Basah” yang warnanya seperti pelangi, memberi kesan yang berbeda pada tempat ini. Jembatan dermaganya pun sekarang lebih lebar. Para peserta sibuk berfoto dan ber Selfi ria sambil melintasi jembatan panjang itu. Dengan berbagai pose mereka mengabadikan setitik waktu dalam perjalanan kami.

Banyak perubahan yang terjadi di pulau kecil nan indah ini. Teringat kenangan masa kecil saya, sewaktu masih Sekolah Dasar, saya dan keluarga sering berkunjung. Saat itu belum ada dermaga. Kami harus turun dari kapal dan berjalan atau berenang menuju daratan pulau dengan membawa serta barang-barang. Tak lengkap rasanya jika kesini tanpa baju yang basah, bermain pasir dan berenang adalah kegiatan yang wajib dilakukan ketika kesini.

Hampir satu hari biasanya saya dan keluarga menikmati pantai, karena harus menunggu air pasang untuk dapat kembali ke pelabuhan. Rasa sedih kala itu tidak ingin meninggalkan pulau ini, rasanya masih ingin bermain lagi. Namun saat itu sangat jarang kegiatan berkemah dilakukan disini. Dahulu pulau yang masih seluas 8 kali lapangan bola ini, berjalan mengelilinginya saja saya tak sanggup. Rimbunan pepohonan membuat pulau ini terasa berbeda. Suasana gelap tanpa listrik pun membuatnya semakin menakutkan, jika tiba malam hari disini.

Suasana mencekam itu sudah tidak ditemui sekarang, abrasi pantai mengikis pasir sehingga pohon kelapa dan tanaman pandan ikut menghilang. hanya tersisa sedikit pohon kelapa yang masih dapat dinikmati keindahannya. Fasilitias seperti Musholla dan toilet sudah tersedia, walaupun air bersih masih sulit, pengujung tetap bisa mendapatkannya dengan membeli. Fasillitas lainnya adalah pembuatan dermaga yang sangat cantik dengan warna cerah dan berukuran yang cukup besar, sehingga memanjakan pengunjung yang datang.

Pada musim liburan atau hari raya, pengujung sudah sering menginap, walaupun belum ada penginapan. Biasanya pengujung menginap dengan membawa tenda. Namun Jangan khawatir karena disekitar pulau juga sudah banyak berdiri gazebo berukuran 2 x 3 meter, ada juga rumah yang bisa dijadikan tempat untuk menginap sekedarnya. Disini pun sudah ada warung millik masyarakat yang sederhana yang menyiapkan makanan dan minuman, jadi tak perlu risau kelaparan.

Dimalam hari, terasa nikmat mendengar suara deburan ombak dan taburan bintang dengan segelas kopi panas. Selain menikmati alam diatas pasir, kita juga dapat melihat terumbu karang yang kondisinya masih baik dengan snorkling ataupun diving. Terumbu karang yang beraneka ragam jenis, membuat kita tak akan bosan untuk beranjak dari laut Pulau Beras Basah.

Walau hamparan pasir putih itu kian terkikis ombak. Hanya menyisakan kurang lebih 1 hektar. Ujung pantai mudah terlihat dari sisi manapun. Terdapat mencusuar setinggi 15 meter yang menjadi ikon pulau ini, yang sudah berdiri sejak saya masih SD. “Dulu menara itu ada di tengah pulau, sekarang sudah di ujung pulau” kata pak Mali (70 thn) warga yang tinggal berjualan air bersih. Pasirnya juga makin habis karena dihantam ombak, sampai sekarang belum ada pemecah ombak dipasang di sebelah situ, jelasnya lagi. Ketika ombak besar, air laut sudah naik menutupi hampir setengah daratan pulau. Pemecah ombak sudah dipasang di beberapa sisi pantai. Setidaknya menghambat pengikisan pantai yang terjadi walaupun mau tidak mau, lambat laun selalu berkurang.

Angin berhembus makin panas. Hari beranjak siang dan tiba saatnya peserta pelatihan berkumpul. Narasumber memberikan arahan untuk mengakhiri kegiatan hari ini. Berjalan sebentar saja sudah sangat lelah dan panas. Karena pohon pohon nya yang tidak serindang dulu. Begitu banyak kenangan kecilku yang tertinggal di pulau ini, saat disini saya terasa kembali kemasa kanak-kanak yang bermain pasir dan berenang tanpa kenal lelah. Gelak tawa riang sudah terpatri ditiap butir pasirnya walau saat ini kenangan itu terbawa deburan ombak yang selalu menghantamnya.

Kenangan masa kecil tak pernah lekang jika melihat ombak menyapu pantai dan aroma laut menari-nari ditelingaku. Kenangan itu akan selalu datang setiap kali berkunjung kesini. Namun ada rasa kehilangan yang mendalam, karena rasa cintaku pada pulau ini, aku tak ingin pantai yang membuat banyak kisah ditiap insan yang ada di Kota Taman ini lenyap begitu saja. Harapan itu pula yang masih ada pada Pemerintah Kota Bontang yang sampai saat ini tidak putus asa untuk terus melestarikan surga kecilnya ditengah lautannya yang luas.